Oleh: drg. Irfan Aryanto
KABARSINJAI.COM, Sinjai – Apa yang ada di benak kita saat membaca berita empat anak tidak sengaja menelan ekstasi? Sedih kah? atau sekedar marah lalu pelan-pelan hilang menganggap itu hal biasa? Bila itu benar, maka duduklah sejenak membaca keresahan yang saya definisikan melalui tulisan ini.
Sekedar informasi, ekstasi yang menyerupai permen ditemukan seorang anak di dalam mobil sang ayah kemudian dibagikan kepada kawan-kawannya.
Di usia yang penuh riang gembira, mereka akhirnya terpenjara dalam rutinitas pengobatan untuk mengeluarkan barang durjana dari tubuh. Siapa yang harus dikambinghitamkan? Si ayah yang meletakkan sembarangan barang haram itu? Pemerintah kurang tegas menekan penyebaran narkoba? Atau Bandar narkoba yang kreatif menyamarkan narkoba dalam bentuk permen?.
Apapun itu, mengkreasikan narkoba melalui tampilan menarik dari segi warna dan bentuk merupakan model serangan frontal narkoba dengan target jelas yaitu anak dan remaja. Para Bandar mengarahkan bidikan tidak sembarang, tetapi menyasar pilar masa depan bangsa ini. Mereka hendak menjadikan generasi bangsa sebagai generasi nyabu dan nyimeng. Bila generasi bangsa ini terancam, itu berarti eksistensi bangsa ini juga ikut di ujung tanduk.
Beberapa hari kedepan kita akan memperingati Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) yang jatuh pada tanggal 26 Juni 2019. Pada tahun 2014, menurut WHO jumlah 13 juta anak usia 15-16 tahun telah menggunakan ganja. Sekitar 5,6 persen dari populasi global orang dewasa, atau sekitar 275 juta orang telah menggunakan narkoba setidaknya satu kali pada tahun 2015.
Bahkan menurut pejabat WHO temuan tahun 2015 menunjukan bahwa pasar obat-obatan terlarang sedang meluas, dengan produksi kokain dan opium mencapai rekor tertinggi, menghadirkan berbagai tantangan di berbagai bidang. Bahkan menurut WHO jumlah orang yang menggunakan narkoba meningkat 20 juta orang dari 2015 hingga 2016.
Besarnya cengkraman kejahatan narkoba tergambar pada data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) hingga tahun 2016 mencatat pengguna narkoba sebesar 14 ribu jiwa pada rentang usia 12-21 tahun. Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan jumlah tersangka narkotika sebesar 2.263 orang pada kisaran usia 19 tahun kebawah.
Walaupun kegiatan sosialisasi bahaya narkoba membanjiri seluruh tempat, tetapi secara signifikan belum menekan angka pengguna narkoba. Liputan pemakai narkoba ditangkapi masih sering hilir mudik di televisi kita. Di informasikan setiap hari 50 orang meninggal karena keberingasan narkoba.
Anak dan Narkoba adalah 2 kata yang tidak boleh bersama. Derasnya amukan narkoba menjadikan anak remaja sebagai sasaran empuk tidak boleh di anggap tuntas dengan hukum semata . Pada sisi ini kita mengukur anak di periode usia belum matang. Tidak kuatnya keyakinan dan pengendalian diri pada anak merupakan pintu masuk narkoba paling lebar. Pengaruh negatif pergaulan dan lingkungan menambah daya gedor kejahatan narkoba.
Pola penyebaran narkoba yang mengalami transformasi harus di tangkis dengan asas pendekatan keluarga. Membangun kedekatan fisik maupun bathin merupakan bendungan menghadang kejahatan narkoba masuk ke dalam keluarga. Salah satunya adalah mendalami dan memahami perasaan anak. Jangan sungkan menanyakan perasaan mereka saat disekolah dan di lingkungan rumah.
Apakah mereka nyaman disekolah atau mungkin mereka menjadi korban bully teman-temannya. Semakin terbuka perasaannya itu berarti ia percaya orangtuanya.
Kondisi kekeluargaan yang saling percaya memudahkan nasehat di transfer sehingga anak mengetahui mana yang benar mana yang salah. Orang tua harus rela menjadi pendengar yang baik. Bebaskan mereka bercerita situasi yang di lalui seharian. Tatap mata mereka saat berbicara. Buat diri mereka begitu berarti. Ambil hatinya. Maka ia tidak sungkan menceritakan kawan-kawan sekitarnya.
Disinilah celah orang tua menilai perilaku dan kebiasaan kawan-kawan dekatnya. Saat ada tanda-tanda menjurus ke narkoba dan pornografi, segera berikan edukasi dan tindakan yang tepat. Bila perlu tempuh langkah-langkah yang bersifat komunal, dalam artian membentuk komunitas tetangga dan orang tua disekolah untuk saling memantau perubahan sikap seorang anak.
Terdeteksinya perubahan sikap seorang anak menjadi lebih pendiam, pemurung dan mudah emosi adalah sinyal abnormalitas dengan banyak kemungkinan, termasuk sudah mengenal dan memakai nakoba. Letakkan komunitas ini sebagai satu kekuatan membentengi sekaligus solidaritas dalam pengobatan bila ditemukan kasus. Semakin kuat pengawasan masyarakat kepada warganya maka semakin sempit ruang gerak kejahatan narkoba.
Bila pemerintah berfungsi dalam memutus mata rantai peredaran, produksi dan pemakai narkoba, maka peran keluarga mengawasi setiap anggotanya untuk tidak terlibat dengan narkoba. Kampanye bahaya jin narkoba di meja makan, diruang tamu dan di rekreasi keluarga adalah kesempatan baik melawan penyebaran narkoba.
Akhirnya, kesadaran terhadap situasi darurat narkoba di negeri ini akan memenangkan kita dalam peperangan terhadap penyebaran narkoba. Mahfumnya, kemenangan itu adalah kemenangan anak cucu kita di masa yang akan datang.
Penulis : dokter Gigi di Puskesmas Lappae Kabupaten Sinjai, Prov. SulSel
*Pengurus Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Cabang Sinjai.
Editor / Adi