
Oleh : Satriano Al Vetris
Gerakan Relawan Indonesia
Setelah merdeka tahun 1945, Indonesia pernah mengalami beberapakali peristiwa people power yang berujung pada lengsernya Presiden. Ketiga presiden tersebut adalah, Sukarno (1966), Suharto (1998) dan Gusdur (2001).
Perlu digarisbawahi jika yang melengserkan ketiga presiden tersebut bukan mahasiswa melainkan rakyat. Sebab mahasiswa tak akan bisa melakukan itu jika tidak mendapat dukungan dari rakyat.
Posisi Mahasiswa hanya sebagai pelopor saja. Artinya, melibatkan rakyat adalah harga mati untuk meruntuhkan rezim.
Saat ini, kita tahu bahwa oposisi sangat bernafsu sekali ingin melengserkan Pemerintahan Joko Widodo. Sudah berkali-kali people power dilakukan, tapi dari sekian banyak people power, sampai saat ini tidak satupun yang berhasil.
Padahal jika dilihat dari massa, jumlah demostran saat ini lebih besar berkali – kali lipat dibandingkan era pelengseran presiden sebelumnya.
Namun mengapa tidak pernah berhasil? Harusnya oposisi belajar dari pengalaman. Oposisi akan mendulang keberhasilan didalam melengserkan Presiden Jokowi seperti pelengseran presiden Sukarno, Suharto dan Gusdur. Jika,
- Fokus pada pelengseran tanpa mengusung elit untuk menggantikan. Dari beberapa peristiwa pelengseran yang berhasil, tidak satupun gerakan people power yang memunculkan nama tokoh untuk dijadikan presiden. Karena mengusung tokoh untuk menggantikan presiden yang akan dilengserkan, itu sama saja mengotori kemurnian perjuangan. Yang pasti akan ada pertentangan karena tidak semua rakyat setuju dengan tokoh yg akan diusung. Dilain pihak, Mengusung tokoh sebagai pengganti presiden yang dilengserkan mencerminkan, bahwa gerakan hanya dijadikan sebagai tunggangan politik dimana selanjutnya rentan dijadikan tumbal para elit yang bernafsu ingin berkuasa. Biasanya mengompori untuk chaos.
- Hindari penjualan agama, Mayoritas agama di Indonesia adalah Islam. Tapi diluar masih ada agama lain, dimana mereka juga peduli terhadap situasi politik di negri ini. Artinya, ketika ingin melakukan people power lalu diiringi dengan penjualan agama, maka yang terjadi adalah sikap skeptis sebagian masyarakat terhadap gerakan yang berimbas pada keengganan memberi dukungan. Bukan hanya minoritas saja yang bersikap skeptis seperti ini, begitupun mayoritas yang selama ini kebanyakan dari mereka lebih memilih berpihak pada kerukunan dibandingkan harus memusuhi minoritas. Terlebih lagi jika melakukan kekerasan atas dasar agama, yang ada bukan keberhasilan malah menimbulkan perpecahan.
- Demonstran harus percaya pada kekuatan Tuhan, bukan hanya percaya pada kekuatan simbol. Kita harus tahu bahwa Tuhan ada dimana-mana. Jika baik yang kita lakukan maka akan datang pertolongan. Tapi jika buruk yang kita lakukan, maka Tuhan akan menggagalkan semua rencana. Mengerahkan ulama atau membawa-bawa simbol agama pada saat melakukan people power bukan berarti membela agama Tuhan, bisa jadi sebaliknya. Karena perjuangan bukan hanya tentang simbol, tapi tentang niat yang tulus serta kejujuran berfikir. Jika dari niat saja tidak tulus atau jauh dari kejujuran, Terlebih lagi jika diikuti dengan sifat dengki dan amarah serta kebencian yang dalam, maka yang terjadi hanya akan menguras tenaga sia-sia.
Selain syarat diatas, masih ada lagi beberapa syarat yang dapat menunjang untuk mempermudah menjatuhkan rezim yang sedang berkuasa.
Misalnya seperti jangan mengacu pada elit, menolak apapun hasil pemilu sebelum digelar, aksi serentak diseluruh daerah, bebaskan gerakan dari partai dan lain-lain. Jika saat ini ada Gerakan Mahasiswa dan rakyat yang menolak Baik itu Jokowi atau Prabowo, maka dialah pemenangnya.
Sayangnya tidak ada yang memiliki keberanian untuk melakukan hal itu. Mengingat Jokowi sudah terlanjur layak dan realistis untuk memimpin bangsa yang besar ini. Karena apapun yang dilakukan oleh sesuatu yang buruk, tak akan pernah mampu mengalahkan sesuatu yang baik.
Penulis adalah Pembina Pramuka yang secara konsisten membangun semangat jiwa Nasionalisme dan Ideologi Pancasila.
Berita ini telah tayang di Situs Berita INDONESIA BERITA